BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kini zaman globalisasi dan turbulensi dimana tergambarkan segala sesuatu yang berhubungan dengan perilaku manusia dan antara manusia seakan tanpa batas. Dimana sepanjang zaman hingga sekarang dan masa yang akan datang semakin cepat berubah. Ungkapan Bung Karno mantan presiden RI dalam salah satu pidatonya “jika kita tidak mengikuti perubahan maka kita adalah sejarah.”
Konteks tersebut di atas mengarahkan kita pada pemikiran bahwa adalah subjek dan objek pada diri manusia. Hal ini bermakna bahwa manusia menciptakan perubahan dan perubahan itu sendiri mengkreatur manusia itu sendiri. Demikian hal dengan pendidikan sebagai apresiasi dari setiap perubahan manusia dan hal yang mampu mengubah manusia. Oleh sebab itu tidak sedikit para ahli yang mengungkapkan bahwa sekolah sebagai wahana pendidikan merupakan agen perubahan.
Satu hal yang patut dipikirkan adalah bahwa pendidikan pun demikian pada diri manusia. Yaitu sebagai objek dan subjek dari perubahan manusia bahkan bisa mempercepat, mengoptimalkan setiap perubahan itu sendiri. Pendidikan mampu mengubah manusia dan manusia itu sendiri yang mampu mengubah pendidikan. Oleh sebab itu tidak sedikit kini muncul berbagai paradigma baru dalam sistem pendidikan sebagai bukti nyata bahwa pendidikan berubah seiring dengan perubahan manusia. Dan manusia pun berubah seiring dengan perkembangan sistem pendidikan itu sendiri.
Di pihak lain, tidak bisa diragukan lagi bahwasanya manusia tak akan terlepas untuk mengeksplorasi segala sumber daya yang dimilikinya. Dengan cara mencurahkan segala daya dan kemampuanya untuk selalu berinovasi menemukan sesuatu yang baru yang dapat membantu hidupnya menjadi lebih baik. Jika manusia tidak menggali segala kemampuanya maka ia akan tertinggal bahkan tergerus oleh zaman yang selalu berkembang.
Dalam dunia pendidikan Inovasi adalah hal yang mutlak dilakukan karena tanpa inovasi akan terjadi kemandekan pada dunia pendidikan yang kemudian berimbas pada pada elemen-elemen kehidupan yang lain seperti politik, ekonomi, sosial dan lain-lain. Pertanyaan yang terbentuk kini adalah realisasi prinsip dasar inovasi untuk pemecahan masalah atau kebermaknaan inovasi itu sendiri. Hal ini berangkat dari bahwa segala macam proses berawal dari perencanaan yang matang “if you fail to plan, you plan to fail” sehingga konteks analisis akar masalah lebih kentara pada proses perencanaan inovasi demi memunculkan solving, perubahan dan memunculkan inovasi. Meskipun menurut Su’ud (2010) tidak selamanya inovasi adalah perubahan namun kita yakin perubahan merupakan bagian dari inovasi.
B. Rumusan Masalah
”Bagaimana mengimplementasikan fishbone Diagram sebagai Root Cause Analysis alternatif untuk merencanakan inovasi pendidikan?”
C. Tujuan Penulisan
Tulisan ini menyajikan suatu metode berpikir dengan menggunakan tata alir (flow chart) yang terutama dimaksudkan untuk mendapatkan “sebab terdalam atau akar suatu masalah”, dengan demikian diharapkan menghasilkan alternatif solusi dalam hal ini inovasi berdasarkan akar masalah yang terungkap. Sehingga makalah ini ditujukan untuk memberikan informasi dan gambaran implementasi perangkat fishbone diagram (Diagram Ishikawa) untuk menentukan sebab-akibat dalam permasalahan yang substansial dalam perencanaan inovasi pendidikan.
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para guru, pemerhati pendidikan, dan civitas pendidikan lainnya untuk terus berupaya menjadi bagian inovasi pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui karya-karyanya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Substansi Inovasi Pendidikan (Konteks Acuan Masalah untuk Kebermaknaan)
1. Inovasi dan Inovasi Pendidikan
Pendidikan merupakan sistem dimana komponennya terdiri dari berbagai subsistem yang menghasilkan nilai-nilai fungsi bagi pendidikan itu sendiri. Mulai dari tatanan kebijakan hingga empiris praktis. Pada level makro (pemerintahan pusat) mengembangkan dan menghasilkan kebijakan-kebijakan pendidikan hingga dijadikan patokan ideal pelaksanan pendidikan di level pemerintahan daerah (Kabupaten/Kecamatan). Namun kondisi ideal masih dalam tatanan kebijakan sedangkan empiris tetap bergantung pada pelaksana praksis di lapangan (tatanan mikro) yaitu di sekolah yang bergantung pada kompetensi dan profesionalisme dari kepala sekolah, guru (key factor), dan staff, dan lainnya.
Dari paparan tersebut di atas mempersempit ruang gerak masalah atau akar masalah berdasarkan tatanan (subsistem) yang akan dikoreksi, diperbaharui dan memunculkan inovasi, baik dalam konteks Manajemen, Man, Material, Methode, Mechine atau bahkan perilaku persorangan dan perilaku organisasi pada umumnya. Konklusi dari Danim (2010:160) beberapa diantaranya termaktub bahwa kebijakan pembaharuan dalam bidang administrasi pendidikan sangatlah penting karena kebijakan administrasi inovatiflah yang akan mampu mewujudkan tujuan sekolah (research and development). Selanjutnya, dengan tegas menyatakan bahwa sebaik apapun pembaharuan bergantung pada pola pengelolaan dengan format administrasi yang efektif dan efisien.
Lebih realistis lagi bagi guru sebagai key factor dalam proses pendidikan atau jasa pendidikan yang berhadapan langsung dengan siswa (customer) untuk melaksanakan berbagai inovasi demi pencapaian tujuan-tujuan pendidikan. Mulyasa (2008: 44) menyatakan bahwa guru adalah sosok sebagai pembaharu (innovator) dimana guru harus mampu menjembatani gap (jurang pemisah) dalam transfer potensi dan pengalaman yang dimiliki oleh siswa. Pertanyaannya semua berpeluang untuk timbul masalah, dimanakah kita memulai berinovasi? Semua subsistem faktor akan dianggap penting. Hal ini perlu kajian analisa akar masalah untuk menentukan masalah yang paling esensial untuk menghasilkan inovasi baik discovery maupun invention yang bermakna (mainfull / usefull).
Inovasi atau innovation berasal dari kata to innovate yang mempunyai arti membuat perubahan atau memperkenalkan sesuatu yang baru. Inovasi kadang pula diartikan sebagai penemuan, namun berbeda maknanya dengan penemuan dalam arti discovery atau invention (invensi). Discovery mempunyai makna penemuan sesuatu yang sebenarnya sesuatu itu telah ada sebelumnya, tetapi belum diketahui. Sedangkan invensi adalah penemuan yang benar-benar baru sebagai hasil kegiatan manusia. Prof. Dr. Anna Poejiadi (2001) memberikan penjelasan: Secara harfiah to discover berarti membuka tutup. Artinya sebelum dibuka tutupnya, sesuatu yang ada di dalamnya belum diketahui orang. Sebagai contoh perubahan pandangan dari geosentrisme menjadi heliosentrisme dalam astronomi.
Inovasi diartikan penemuan dimaknai sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang baik berupa discovery maupun invensi untuk mencapai tujuan atau untuk memecahkan masalah tertentu. Dalam inovasi tercakup discovery dan invensi. Santoso S. Hamijoyo dalam Cece Wijaya dkk (1992 : 6) menjabarkan bahwa kata baru diartikan sebagai apa saja yang belum dipahami, diterima atau dilaksanakan oleh si penerima pembaharuan, meskipun mungkin bukan baru lagi bagi orang lain. Akan tetapi, yang lebih penting dari sifatnya yang baru adalah sifat kualitatif yang berbeda dari sebelumnya. Kualitatif berarti bahwa inovasi itu memungkinkan adanya reorganisasi atau pengaturan kembali dalam bidang yang mendapat inovasi.
Berikut disarikan dari Kusmana (2010: Ada 5 tipe inovasi menurut para ahli, yaitu:
1. Inovasi produk; yang melibatkan pengenalan barang baru, pelayanan baru yang secara substansial meningkat. Melibatkan peningkatan karakteristik fungsi juga, kemampuan teknisi, mudah menggunakannya. Contohnya: telepon genggam, komputer, kendaraan bermotor, dsb;
2. Inovasi proses; melibatkan implementasi peningkatan kualitas produk yang baru atau pengiriman barangnya;
3. Inovasi pemasaran; mengembangkan metoda mencari pangsa pasar baru dengan meningkatkan kualitas desain, pengemasan, promosi;
4. Inovasi organisasi; kreasi organisasi baru, praktek bisnis, cara menjalankan organisasi atau perilaku berorganisasi;
5. Inovasi model bisnis; mengubah cara berbisnis berdasarkan nilai yang dianut.
Inovasi karakteristiknya ditentukan oleh pasar dan bisnis (customer demand). Inovasi yang mengikuti kondisi, memungkinkan pasar dapat dijalankan seperti biasanya. Inovasi yang terpisah, dapat mengubah pasar atau produk contohnya penemuan barang murah, tiket pesawat murah. Inovasi inkrementasi (penambah) muncul karena berlangsungnya evolusi dalam berpikir inovasi, penggunaan teknologi yang memperbesar peluang keberhasilan dan mengurangi produk yang tidak sempurna. Inovasi radikal, mengubah proses manual menjadi proses berbasis teknologi keseluruhannya.
Terdapat dua sumber utama inovasi , yaitu:
1. Secara tradisional, sumbernya adalah inovasi fabrikasi. Hal tersebut karena agen (orang atau bisnis) berinovasi untuk menjual hasil inovasinya.
2. Inovasi pengguna; hal tersebut dimana agen (orang atau bisnis) mengembangkan inovasi sendiri (pribadi atau di rumahnya sendiri), hal itu dilakukan karena produk yang dipakainya tidak memenuhi apa yang dibutuhkannya.
Kita berada di tengah-tengah samudera hasil inovasi. Ada inovasi: pengetahuan, teknologi, ICT, ekonomi, pendidikan, sosial, dsb. Inovasi dapat dikelompokkan pula atas inovasi besar dan inovasi kecil-kecil namun sangat banyak. Inovasi itu tidak harus mahal. Inovasi itu dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dimana saja. Kalau leluhur kita tidak inovatif, kita semuanya akan tetap tinggal di gua-gua, dalam kegelapan, tanpa busana. Inovasi dapat menjadi positif atau negatif. Inovasi positif didefinisikan sebagai proses membuat perubahan terhadap sesuatu yang telah mapan dengan memperkenalkan sesuatu yang baru yang memberikan nilai tambah bagi pelanggan. Inovasi negatif menyebabkan pelanggan enggan untuk memakai produk tersebut karena tidak memiliki nilai tambah, merusak cita rasa dan kepercayaan pelanggan hilang.
Tujuan utama inovasi adalah:
• meningkatkan kualitas;
• menciptakan pasar baru;
• memperluas jangkauan produk;
• mengurangi biaya tenaga kerja;
• meningkatkan proses produksi;
• mengurangi bahan baku;
• mengurangi kerusakan lingkungan;
• mengganti produk atau pelayanan;
• mengurangi konsumsi energi;
• menyesuaikan diri dengan undang-undang;
2. Prinsip dasar Inovasi Pendidikan dalam Konteks Permasalahan Pendidikan Substansial di Indonesia
Terdapat sedikitnya enam prinsip yang harus dipegang oleh siapapun dalam berinovasi terlebih bidang pendidikan sabagai agen perubahan. Berikut di bawah ini 6 prinsip inovasi dalam:
a. Relevance, inovasi diklat harus berkesuaian dengan kebutuhan dalam penyelenggaraan diklat, terutama dalam penyesuaian-penyesuaian dengan kebutuhan pengembangan pengetahuan dan keterampilan ketenagaan.
b. Manageable, inovasi diklat merupakan bagian dalam pengembangan fungsi-fungsi manajemen kelembagaan.
c. Sustainability, inovasi diklat harus dapat dilihat dari keberlanjutan program.
d. Efficiency, inovasi diklat memperhatikan unsur efisiensi dalam program kelembagaan, tidak menyebabkan penghamburan-penghamburan dalam pembiayaan dan waktu.
e. Productivity, inovasi diklat mengacu kepada peningkatan produktivitas kelembagaan diklat dan output.
f. Innovative, inovasi diklat merupakan bentuk-bentuk hasil pemikiran dan pengembangan-pengembangan yang inovatif. (Kusmana, 2010)
Inovasi yang berbentuk metode dapat berdampak pada perbaikan, meningkatkan kualitas pendidikan serta sebagai alat atau cara baru dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kegiatan pendidikan. Dengan demikian metode baru atau cara baru dalam melaksanakan metode yang ada seperti dalam proses pembelajaran dapat menjadi suatu upaya meningkatkan efektivitas pembelajaran.
Sementara itu inovasi dalam teknologi juga perlu diperhatikan mengingat banyak hasil-hasil teknologi yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, seperti penggunaannya untuk teknologi pembelajaran, prosedur supervise serta pengelolaan informasi pendidikan yang dapat meningkatkan efisiensi pelaksanaan pendidikan. Berikut beberapa contoh inovasi pendidikan di Indonesia di bawah ini:
a. Top Down Inovation
Inovasi model Top Down ini sengaja diciptakan oleh atasan (pemerintah) sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi dan sebaginya. Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan dan bahkan memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya. Dan bawahan tidak punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya.
b. Bottom up Inovation
Model inovasi yang bersumber dan hasil ciptaan dari bawah dan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu pendidikan. Biasanya dilakukan oleh para guru. Desentralisasi dan Demokratisasi pendidikan. Perjalanan pendidikan nasional yang panjang mencapai suatu masa yang demokratis kalau tidak dapat disebut liberal-ketika pada saat ini otonomisasi pendidikan melalui berbagai instrument kebijakan, mulai UU No. 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, privatisasi perguruan tinggi negeri-dengan status baru yaitu Badan Hukum Milik Negara (BHMN) melalui PP No. 60 tahun 2000, sampai UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang mengatur konsep, sistem dan pola pendidikan, pembiayaan pendidikan, juga kewenangan di sektor pendidikan yang digariskan bagi pusat maupun daerah. Dalam konteks ini pula, pendidikan berusaha dikembalikan untuk melahirkan insan-insan akademis dan intelektual yang diharapkan dapat membangun bangsa secara demokratis, bukan menghancurkan bangsa dengan budaya-budaya korupsi, kolusi dan nepotisme, dimana peran pendidikan (agama, moral dan kenegaraan) yang didapat dibangku sekolah dengan tidak semestinya. Jika kita merujuk pada undang-undang Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan daerah maka Desentralisasi pendidikan bisa diartikan sebagai pemberian kewenangan untuk mengatur pendidikan di daerah.
Berbagai gap atau kesenjangan, ketidaksesuaian adalah inti masalah yang kesemuannya menjadi stimulan bagi munculnya inovasi. Meskipun menurut menurut White dalam (Kusmana, 2010:2) ”Innovation is more than change, although all innovation involve change”. Namun sehubungan dengan berbagai kendala menjadikan kekurangbermaknaan inovasi itu sendiri, menurut Sukmana (2010:17) seorang innovator harus mampu mempertimbangkan dan menangani keempat faktor-faktor berikut sehingga program inovasi berjalan dengan baik dan memberikan impact : 1) pengalaman sejarah (pendidikan tradisional/sebelumnya), 2) Kompleksitas perkembangan dunia, 3) akar pendidikan yang kini berbasis berkiblat pada industrialisasi, 4) faktor-faktor alam sebagai sumber perubahan juga.
B. Kepentingan (Root Cause Analisys) dalam kepentingan korektif untuk inovasi
Kompleksitas pendidikan menjadikan paradigma analisis akar masalah mencuat sebagai satu langkah strategis dalam mengembangkan perilaku korektif, pembaharuan bahkan berinovasi. Atas dasar kompleksitas maka ada baiknya diawali dengan inventarisir masalah ditinjau dari das sollen dan das sain (Kusmana, 2010:57). Secara garis besar analisis akar penyebab kejadian meliputi: investigasi kejadian, rekonstruksi kejadian, analisis sebab, menyusun rencana tindakan, dan melaporkan proses analisis dan temuan; (Ward, 2005). Investigasi kejadian meliputi: menentukan masalah, mengumpulkan bukti-bukti yang nyata, melakukan wawancara, meneliti lingkungan kejadian, mengenali faktor-faktor yang berkontribusi terhadap timbulnya kejadian, menggambarkan rantai terjadinya kejadian (process flowchart).
Rekonstruksi kejadian meliputi: mengenali kejadian-kejadian yang mengawali terjadinya adverse event ataupun near miss, melakukan analisis dengan menggunakan pohon masalah untuk mengetahui kegiatan atau kondisi yang menyebabkan timbul kejadian, sehingga dapat dikenali sistem yang melatarbelakangi timbulnya kejadian. Penyebab dianalisis lebih lanjut dengan mengidentifikasi akar-akar penyebab, sehingga dapat dirumuskan pernyataan akar masalah. Berdasarkan hasil analisis akar penyebab disusun rencana tindakan yang meliputi penetapan strategi yang tepat untuk mengatasi penyebab yang diidentifikasi, dan dapat diterima oleh pihak yang terkait dengan kejadian. Rencana tindakan disusun untuk tiap akar penyebab kejadian.
Proses analisis akar penyebab kejadian harus dicatat baik proses maupun alat yang digunakan, ringkasan kejadian, proses analisis dan investigasi, serta hasil temuan. Pada waktu melakukan analisis akar penyebab kejadian, perlu dipahami sebab terjadinya suatu kejadian, yaitu: kegagalan aktif (active failure) yang merupakan penyimpangan yang sengaja dilakukan oleh seseorang, dan kondisi laten (latent condition) kegagalan proses atau sistem sebagai akibat kompetensi yang kurang, kegagalan mengikuti prosedur, kerusakan alat, disain yang tidak tepat, dan sebagainya.
Pandangan lain dikemukakan oleh Harsono dan Gasversz tentang analisis sebab akibat. Metode analisis akar masalah yang berdasar pada beberapa konsep dimana konsep tersebut yang terpenting adalah pendekatan terhadap masalah (realitas); sumber-sumber kebenaran (hati nurani, ilmu, filsafat, agama, ditambah seni sebagai fasilitator); dan teori-teori kebenaran (theory of truth), yang secara keseluruhan mengarahkan kecerdasan akal dan kejujuran dalam proses berpikir. Root cause analysis (RCA), why-because analysis (WBA), fishbone diagram dan why-why analysis di sebuah buku (Gaspersz, 1997:59-72), yang kebanyakan diterapkan dalam bidang kedokteran, keteknikan, dan manajemen.
Harsono (2007), ”Inspirasi yang konseptual berasal dari analisis Aristoteles tentang kekhususan filsafat yakni mencari sebab-sebab yang terdalam dari seluruh realitas.” titik dasar konseptual menurut Harsono setidaknya perlu diperhatikan tiga komponen konseptual yang melengkapi analisis akar masalah yaitu:
1. Sumber kebenaran, yang tidak hanya satu seperti hakikatnya penampakan realitas yang beragam. Ia mencakup hati nurani, ilmu, filsafat, dan agama (ditambah seni sebagai fasilitatornya); semuanya digunakan secara menyeluruh dan saling melengkapi. Sedangkan teori kebenaran antara lain: teori korespondensi, teori konsistensi/ koherensi, teori pragmatis dan teori konsensus dari Habermas.
2. Pendekatan terhadap masalah (dan solusi) yang dibedakan menjadi dua. Ada masalah sosial dan kemanusiaan yang khas individual, ungkapan populernya: “tergantung pada individu masing-masing, ada pula masalah yang khas sistemik. Masalah sosial dan kemanusiaan sebagian besar membutuhkan kedua-duanya. Pendekatan individual/personal/mentalistik beranggapan bahwa letak sebab dari masalah adalah di dalam diri manusia pelaku (aktor/agen), kualitas perorangan seperti niat, iman, disiplin-diri, nilai-budaya, kadar moralitas, kognisi, dan sebagainya yang proses internalisasinya tak dapat dikenai sanksi hukum (lebih bersifat imbauan). Pendekatan sistemik/struktural/ institusional/legalistik beranggapan bahwa letak sebab dari masalah adalah di luar diri manusia berupa kesempatan, kualitas sistem, kualitas hukum, undang-undang, peraturan yang mempunyai sifat memaksa. Kedua pendekatan ini karena dipandang sebagai dualitas juga digunakan sekaligus dengan proporsi tertentu sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
3. Berkaitan dengan kecerdasan (IQ) dan kejujuran (EQ dan SQ) dalam berpikir, khususnya dalam mengidentifikasi sebab-sebab. Di samping kecerdasan yang memadai, yang lebih diutamakan adalah kejujuran yang merupakan keutamaan moral dasar. Kejujuran sangat dituntut, khususnya ketika menemukan sebab negatif yang ternyata berkait dengan diri sendiri. Pada titik ini sering orang menghindar untuk tidak mengidentifikasinya, dan sebagai gantinya menyebut sebab lain yang juga masuk akal, bahkan tampak sangat masuk akal, tapi tidak berkait dengan dirinya. Jika ini yang terjadi akar masalah/penyebab tidak ditemukan, atau kalaupun dianggap sebagai akar masalah, jadinya semu bahkan menyesatkan secara sengaja (manipulasi). Dari kesembilan unsur kejujuran, yang terpenting adalah pengakuan yang tulus bahwa diriku atau pendapatku lebih keliru dibanding orang lain. Jika ketulusan tidak muncul perlu pengkondisian agar pengakuan akhirnya muncul, seperti yang dilakukan di pengadilan (dengan sumpah dan lie detector).
Gasversz (1997:111) memperkenalkan tindakan korektif (tindakan/langkah keempat) dalam manajemen mutu (TQM) untuk mengidentifikasi akar penyebab ketidaksesuaian yang terjadi menggunakan perangkat (proses flowchart) dalam hal ini menggunakan fishbone diagram (diagran Ishikawa) yang pertama kali dikemukakan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dai Jepang.
Di dalam konteks manajemen menurut Gasverzs (1997:111) Gasverz menyatakan setidaknya tiga hal yang patut dikembangkan di dalam langkah korektif salah satu diantaranya adalah analisis sebab-akibat. Suatu rencana tindakan tidak akan terbentuk sebelum adanya analisa proses dimana di dalamnya harus dilaksanakan analisis sebab akibat terlebih dahulu. Sehingga analisis akar masalah ini menjadi bagian penting baik dalam tindakan korektif maupun asas pertimbangan untuk menghasilkan kebijakan lainnya dalam suatu proses manajemen.
C. Implementasi Fishbone Diagram (Prof. Kaoru Ishikawa) dalam Merencanakan Inovasi Pendidikan
1. Merencanakan Inovasi Pendidikan
Berdasarkan pada 6 prinsip dasar inovasi pendidikan maka setidaknya kita tidak akan semena-mena dalam merencanakan inovasi. Kembali ketitik awal bahwasanya proses inovasi dapat bermula dari munculnya kesenjangan (GAP), ketidaksesuaian sehingga diperlukan pembaharuan, perubahan atau tindakan korektif atau kebijakan baru yang sifatnya inovatif, meskipun setiap perubahan belum berarti inovasi namun setiap inovasi meski di dalamnya adalah perubahan. Singkatnya langkah langkah secara global sebagai berikut di bawah ini:
1. Dokumentasi gap atau kesenjangan dan ketidaksesuaian (proses). Baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hingga terbentuk prosses flowchart.
2. Identifikasi kebutuhan (demand) pelanggan dalam hal ini pengguna jasa pendidikan.
3. Menganalisis gap dan kesenjangan dan ketidaksesuaian (analisa proses) tersebut.
4. Pengembangan tindakan korektif (root causes analysis)
5. Implementasi inovasi.
6. Validasi
Tahapan tersebut di atas menunjukkan bahwa root causes analysis memegang peranan penting dalam menentukan kebijakan selanjutnya (korektif/pembaharuan/inovasi).
Gejolak, Penomena, Gap, Ketidak sesuian yang terjadi dalam proses pendidikan atau berbagai permasalahan yang aktual baik teoritis maupun paraktis, baik dalam tatanan makro maupun mikro, bahkan skup yang lebih kecil seperti permasalahan di dalam kelas dijadikan sandaran dalam berinovasi di dunia pendidikan. Namun untuk kebermaknaan suatu inovasi tetap harus mengusung prinsip-prinsip inovasi itu sendiri. Untuk itu salah satunya, masalah yang diungkap haruslah terlebih dahulu dinalisis (akar masalah) sehingga inovasi betul-betul berkenaan dan bermakna (mainfull).
Berikut di bawah ini adalah diagram framework dimana esensi analisis akar masalah demi mewujudkan inovasi pendidikan yang penuh makna.
Gambar 2.1 Frame Work Implementasi Fishbone Diagram dalam inovasi Pendidikan
2. Fishbone Diagram
Diagram ”Tulang Ikan” atau Fishbone diagram sering pula disebut Ishikawa diagram sehubungan dengan perangkat diagram sebab akibat ini pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Jepang. Gasversz (1997: 112) mengungkapkan bahwa ”Diagram sebab akibat ini merupakan pendekatan terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang ada. Selanjutnya diungkapkan bahwa diagram ini bisa digunakan dalam situasi: 1) terdapat pertemuan diskusi dengan menggunakan brainstorming untuk mengidentifikasi mengapa suatu masalah terjadi, 2) diperlukan analisis lebih terperinci terhadap suatu masalah, dan 3) terdapat kesulitan untuk memisahkan penyebab dan akibat. Berikut disarikan dari Gasversz (1997, 112:114) tentang langkah-langkah penggunaan diagram Fishbone.
1. Dapatkan kesepakatan tentang masalah yang terjadi dan diungkapkan masalah itu sebagai suatu pertanyaan masalah (problem question).
2. Bangkitkan sekumpulan penyebab yang mungkin, dengan menggunakan teknik brainstorming atau membentuk anggota tim yang memiliki ide-ide berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi.
3. Gambarkan diagram dengan pertanyaan masalah ditempatkan pada sisi kanan (membentuk kepala ikan) dan kategori utama seperti: material, metode, manusia, mesin, pengukuran dan lingkungan ditempatkan pada cabang-cabang utama (membentuk tulang-tulang besar dari ikan). Kategori utama ini bisa diubah sesuai dengan kebutuhan.
4. Tetapkan setiap penyebab dalam kategori utama yang sesuai dengan menempatkan pada cabang yang sesusai.
5. Untuk setiap penyebab yang mungkin, tanyakan ”mengapa?” untuk menemukan akar penyebab, kemudian daftarkan akar-akar penyebab masalah itu pada cabang-cabang yang sesuai dengan kategori utama (membentuk tulang-tulang kecil dari ikan). Untuk menemukan akar penyebab, kita adapat menggunakan teknik bertanya mengapa lima kali (Five Why).
6. Interpretasikan diagram sebab akibat itu dengan melihat penyebab-penyebab yang muncul secara berulang, kemudian dapatkan kesepakatan melalui konsensus tentang penyebab itu. Selanjutnya fokuskan perhatian pada penyebab yang dipilih melalui konsensus itu.
7. Terapkan hasil analisis dengan menggunakan diagram sebab-akibat itu dengan cara mengembangkan dan mengimplementasikan tindakan korektif, serta memonitor hasil-hasil untuk menjamin bahwa tindakan korektif yang dilakukan itu efektif karena telah menghilangkan akar penyebab dari masalah yang dihadapi.
Gambar 2.2 Fishbone Diagram (Gasversz, 1997:113)
Pada langkah ketiga 3 tersebut di atas kategori utama dapat kita ubah menjadi sebab satu (Sb1) atau sebab 2 (Sb2) dan selanjutnya hingga menjadi cabang-cabang kecil sebab Sb1a, Sb1b dan seterusnya. Kita sepakati konteks korektif dalam hal ini adalah produk atau proses perbaikan dalam bidang pendidikan sehingga menghasilkan suatu pembaharuan/inovasi pendidikan baik dalam bentuk discovery maupun invention baik dalam tatanan mikro maupun makro.
Gambar 2.3 Fishbone Diagram (Gasversz, 1997:113)
Pertanyaan Why? Bercabang hingga mencapai lima yang menggambarkan sub tulang ikan itu sendiri. Dimana kategori utama Manusia, Pengukuran, Metode, Materia, Mesin dan Lingkungan dapat diganti sesuai kebutuhan misalkan, dalam konteks permasalahan penurunan kualitas lulusan bisa diganti dengan: Sarana Belajar, Orang tua, Teman Sekolah, Kurikulum, Guru, Kepala Sekolah, Lingkungan Belajar, dll.
3. Implementasi Root Cause Analysis menggunakan Fishbone Diagram dalam Perencanaan Inovasi Pendidikan
Penerapan atau implementasi Fishbone Diagram dalam analisis akar masalah dalam berinovasi di bidang pendidikan, berikut di bawah ini langsung disajikan dalam bentuk contoh root cause analysis dalam bidang pendidikan.
Contoh 1.
Masalah: Mengapa Kualitas Lulusan SDM Rendah?
Kategori Utama
Sebab 1 (Sb1): Guru/Dosen
Sebab 2 (Sb2): Siswa
Sebab 3 (Sb3): Masyarakat
Sebab 4 (Sb4): Kurikulum
Five Why
Why Sebab 1 Sebab 2 Sebab 3 Sebab 4
Guru Siswa Masyarakat Kurikulum
Why 1 Guru/Dosen kurang kompeten/tidak banyak belajar Siswa input (lulusan sekolah sebelumnya) kurang berkualitas Masyarakat kurang peduli kualitas lulusan siswa Kurikulum kurang tepat atau salah arah.
Why 2 Guru/Dosen mengajar ditempat lain atau sibuk mencari uang tambahan Unit pemroses lembaga pendidikan sebelumnya berkualitas rendah (guru, fasilitas, dll) Masyarakat sudah menganggap biasa atau terbiasa dengan KKN Ada kepentingan tidak etis dalam penyusunannya
Why 3 Kesejahteraan kurang Anggaran APBN Rendah (BOS tidak normal) Rekruitmen siswa dan SDM tidak bersih atau transaparan Tidak ada akses kontrol untuk masyarakat atau pemerhati pendidikan
Why 4 APBN tidak mencukupi Pajak negara terserap sedikit Ada ketidak sesuaian penerapan kebijakan Sistem demokrasi anomali yang sarat akan KKN
Why 5 Pajak banyak hilang korupsi merajalela (temuan...) Korupsi dan sadar pendidikan moral rendah Korupsi dan sadar pendidikan moral rendah
Korupsi dan sadar pendidikan moral rendah
Atau tampilan deskripsi dapat berupa catatan demikian yang jika diterapkan dalam fishbone diagram memunculkan gambaran tulang besar dan tulang kecil ikan. Sebagai berikut:
Sb1-1: Guru/Dosen kurang kompeten/tidak banyak belajar
Sb1-2: Guru/Dosen mengajar ditempat lain atau sibuk mencari uang tambahan
Sb1-3: Kesejahteraan kurang
Sb1-4: APBN tidak mencukupi
Sb1-5: Pajak banyak hilang korupsi merajalela (temuan...)
Sb2-1: Siswa input (lulusan sekolah sebelumnya) kurang berkualitas
Sb2-2: Unit pemroses rendah (guru, fasilitas, dll)
Sb2-3: Anggaran APBN Rendah (BOS tidak normal)
Sb2-4: Pajak negara terserap sedikit
Sb2-5: Korupsi dan sadar pendidikan moral rendah
Sb3-1: Masyarakat kurang peduli kualitas lulusan siswa
Sb3-2: Masyarakat sudah menganggap biasa atau terbiasa dengan KKN
Sb3-3: Rekruitmen siswa dan SDM tidak bersih atau transaparan
Sb3-4: Ada ketidak sesuaian penerapan kebijakan
Sb3-5: Korupsi dan sadar pendidikan moral rendah
Sb4-1: Kurikulum kurang tepat atau salah arah
Sb4-2: Ada kepentingan tidak etis dalam penyusunannya
Sb4-3: Tidak ada akses kontrol untuk masyarakat atau pemerhati pendidikan
Sb4-4: Sistem demokrasi anomali yang sarat akan KKN
Sb4-5: Korupsi dan sadar pendidikan moral rendah
Gambar 2.4 Fishbone Diagram Rendahnya Kualitas SDM Indonesia
Pertimbangkan tentang kejujuran, konseptual yang kuat untuk mewujudkan jawaban-jawaban, ”Mengapa?” sebanyak lima kali. Oleh sebab itu dianjurkan untuk melaksanakan Brainstorming dengan kekuatan Tim, jadi lebih dari satu orang pemikir. Dari contoh tersebut di atas, dapat diinterpretasikan bahwa akar masalah adalah masalah perilaku negatif KKN terutama korupsi dan pendidikan moral yang rendah sehingga untuk meningkatkan kualitas SDM kita adalah memberantas perilaku KKN terutama korupsi melalui perbaikan pendidikan moral atau penegakan positif moral apapun caranya (jalur pendidikan maupun supremasi hukum).
Contoh 2.
Masalah: Mengapa Siswa SMA Kesulitan Menyerap Pelajaran Kimia ?
Kategori Utama
Sebab 1 (Sb1): Guru
Sebab 2 (Sb2): Siswa
Sebab 3 (Sb3): Masyarakat
Sebab 4 (Sb4): Kurikulum
Sebab 5 (Sb5): Sarana
Five Why
Why Sebab 1 Sebab 2 Sebab 3 Sebab 4 Sebab 5
Guru Siswa Masyarakat Kurikulum Sarana
Why 1 Guru kurang kompeten Siswa kuarang antuasias belajar Masyarakat kurang peduli kualitas jasa pendidikan Membutuhkan banyak praktek dan referensi Referensi dan praktek kurang memadai
Why 2 Fasilitas pendidikan dan pelatihan kurang Teacher center dan pembelajaran sering konvensional Masyarakat hanya sekedar berpifikir tentang lulus dan tidak lulus Tujuan kurikulum banyak
Buku, Alat dan bahan kurang memadai
Why 3 Tidak ada waktu dana pendukung Kurangnya referensi atau buku sumber dan praktek Terlalu percaya pada sekolah Materi yang harus disampaikan banyak Keterbatasan Dana
Why 4 Pendanaan dari pribadi, pemerintah dan komite sekolah kurang lancar Kurangnya fasilitas Membatasi diri hanya berpikir tentang kelangsungan pendidikan siswa (ekonomi) Tuntutan kelulusan untuk melanjutkan kuliah Keterbatasan bantuan dari pemerintah maupun komite sekolah
Why 5 Alokasi dana pemerintah dan siswa terbatas. Alokasi dana pemerintah dan siswa terbatas. Angapan ekonomi lebih utama untuk kehidupan dibanding lainnya
Perbaikan pendidikan untuk perbaikan ekonomi. Alokasi dana pemerintah dan siswa terbatas
Atau tampilan deskripsi dapat berupa catatan demikian yang jika diterapkan dalam fishbone diagram memunculkan gambaran tulang besar dan tulang kecil ikan. Sebagai berikut:
Sb1-1: Guru kurang kompeten
Sb1-2: Fasilitas pendidikan dan pelatihan kurang
Sb1-3: Tidak ada waktu dan cana dukungan
Sb1-4: Pendanaan pribadi, pemerintah dan komite sekolah kurang
Sb1-5: Alokasi dana pemerintah dan siswa terbatas
Sb2-1: Siswa kurang antusias belajar
Sb2-2: Teacher center
Sb2-3: Kurangnya referensi atau buku sumber dan praktek
Sb2-4: Kurangnya fasilitas
Sb2-5: Alokasi dana pemerintah dan siswa terbatas
Sb3-1: Masyarakat kurang peduli kualitas jasa pendidikan
Sb3-2: Masyarakat hanya berpikir tentang lulus dan tidak lulus
Sb3-3: Terlalu percaya pada sekolah
Sb3-4: Membatasi diri berpikir tentang kelangsungan perekonomian
Sb3-5: Ekonomi lebih untuk kehidupan (sekolah pun untuk perbaikan ekonomi)
Sb4-1: Membutuhkan banyak praktek dan referensi
Sb4-2: Indikator atau tujuan terlalu luas dan banyak
Sb4-3: Materi yang harus disampaikan banyak
Sb4-4: Tuntutan lulusan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
Sb4-5: Perbaikan pendidikan untuk jenjang yang lebih tinggi.
Sb5-1: Referensi dan praktek kurang memadai
Sb5-2: Alat dan bahan serta buku sumber kurang memadai
Sb5-3: Keterbatasan dana
Sb5-4: Keterbatasan bantuan dana dari pemerintah dan komite sekolah
Sb5-5: Alokasi dana dari pemerintah dan siswa terbatas
Gambar 2.5 Fishbone Diagram Rendahnya Daya Serap Siswa SMA Terhadap Pelajaran Kimia
Dari contoh tersebut di atas, dapat diinterpretasikan bahwa akar masalah adalah keterbatasan pendanaan baik dari pemerintah maupun komite sekolah untuk menunjang proses belajar baik tingkat profesional/komptensi guru maupun siswa. Sehingga solusinya adalah penggalangan dana atau pengalokasian/pendistribusian dana yang diterima sekolah untuk menutupi kekurangan tersebut. Konteks tersebut di atas tidak mutlak, artinya hasil analisis akar maasalah bergantung pada individu/Tim melaksanakan Brainstorming. Bahkan kajian seperti di atas (kesulitan belajar) bisa dipersempit skupnya dalam konteks materi, metode mengajar, media, guru, siswa, dll, bergantung pada sudut pandang Tim analisis akar masalah.
Dari contoh 1 dan 2 nampak sekali bagaimana analisis akar masalah sangat membantu dalam merencanakan tindak lanjut atau tindakan pemecahan masalah. Dimana outcome-nya adalah dapat dalam bentuk perubahan atau perbaikan bahkan inovasi baik discovery maupun invention. Setidaknya hal ini membantu mahasiswa dalam upaya membuat inovasi melalui jalur skripsi atau thesis, untuk guru membantu dalam memperlancar penilitian tindakan kelas. Selain itu lembaga pendidikan baik pusat maupun daerah serta sekolah itu sendiri sebagai wujud organisasi dimana di dalamnya terjadi proses manajemen sudah selayaknya berinovasi yang berbasis pada 6 prinsip inovasi untuk lebih bermakna setidaknya dapat menjauhi untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan pendidikan yang tidak bijaksana.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Perubahan zaman sekarang menjadikan perubahan dunia pendidikan yang semakin kompleks permasalahannya dimana pendidikan sebagai sebuah sistem mangghasilkan permasalahan dari subsistem-subsistem pendukungnya dari mulai tatanan kebijakan hingga empris praktis, baik dari level makro hingga mikro. Hal ini mampu mengaburkan inti permasalahan sehingga diperlukan analisis akar masalah untuk menghasilkan tindakan korektif, pembaharuan bahkan inovasi baik discovery maupun invention.
Root Causes Analysis melalui perangkat Fishbone Diagram (Diagram Ishikawa). Membantu inovator untuk menginventarisir, menghindari keragaman masalah dan menemukan akar masalah untuk berinovasi, sehingga inovasi itu sendiri manifull (sangat bermakna).
B. SARAN
Sehubungan dengan kelebihan langkah-langkah Root Causes Analysis melalui perangkat Fishbone Diagram (Diagram Ishikawa), memudahkan bagi inovator maka langkah-langkah dan perangkat tersebut disarankan untuk digunakan dalam upaya melakukan koreksi, perubahan, bahkan inovasi. Tidak menutup kemungkinan siapapun, level atau Sumber Daya Manusia inovatornya.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan. 2010. Manajemen dan Kepemimpinan Ytransformasional Kekepala Sekolahan. Jakarta: Rineka Cipta.
,. 2010. Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Gaspersz, Vincent. 1997. Manajemen Kualitas Penerapan Konsep-Konsep Kualitas Dalam Manajemen Bisnis Total. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Harsono, Ari. 2008. Metode Analisis Akar Masalah dan Solusi. MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 12, NO. 2, DESEMBER 2008: 72-81
Kusmana, Suherli. 2010. Manajemen Inovasi Pendidikan, Ciamis: PascasarjanaUnigal Press.
Mulyasa, E. 2008. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Rosda.
Su’ud, Udin Syaefudin. 2010. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
assalamualaikum..
Boleh dishare lengkapnya?karena di sini gambarnya tidak muncul.
Syukron.
Salam,
Agung
assalmualaikm,,sebelumnya saya haturkan terima kasih,,infonya sangat membantu,saya ingin mengembangkan diagram fishbone ini sebagai alat evaluasi pada pembelajaram,tapi saya masih kurang referensi pengembangan diagram fishbone di dalam pembelajaran,minta masukannya
saya sangat enang dengan kehadiran bacaan seperti ini
Untuk buku metode fishbone apakah ada d jual d pasaran mohon infonya
Untuk buku metode fishbone apakah ada d jual d pasaran mohon infonya
Makasih, jadi bahan referensi buat saya
Sudah temu belum mas, buku fishbone nya, saya juga lagi cari, penting banget mas, kalo temu mohon info nya mas 🙏
Bukunya dijual dimana ini?